Industri Kayu Malaysia Hadapi Tekanan Akibat Tarif Baru AS

wood logs with chart
Nilai ekspor tahunan produk kayu Malaysia melebihi 20 miliar ringgit

Industri kayu dan produk berbasis kayu di Malaysia, yang termasuk dalam kelompok yang tidak dikecualikan dari tarif impor baru sebesar 19% yang diterapkan Amerika Serikat, diperkirakan akan menghadapi periode yang cukup menantang dalam waktu dekat.

Amerika Serikat masih menjadi pasar utama tunggal bagi furniture kayu Malaysia, dengan kontribusi lebih dari 50% dari total ekspor pada paruh pertama tahun 2025 — meningkat tajam dibandingkan sekitar 31% pada tahun 2014.

Menurut laporan riset yang dirilis pada 29 Oktober, prospek perdagangan kayu Malaysia masih optimistis, meskipun tekanan jangka pendek akibat tarif baru AS diperkirakan akan menekan margin ekspor dan permintaan hingga awal tahun 2026.

Lembaga riset BIMB di Malaysia mencatat bahwa ekspor furniture kayu tetap menjadi pendorong utama sektor kayu nasional, yang saat ini menyumbang hampir setengah dari total pengiriman kayu Malaysia. Hal ini menunjukkan pergeseran industri menuju produksi hilir yang bernilai tambah lebih tinggi.

Meski permintaan kuat dari AS telah meningkatkan pendapatan ekspor, ketergantungan tersebut juga membuat sektor ini semakin rentan terhadap perubahan kebijakan perdagangan internasional, terutama di tengah penerapan tarif baru 19% tersebut.

BIMB menambahkan bahwa industri kayu tetap memberikan kontribusi positif terhadap neraca perdagangan nasional, dengan surplus mencapai 8,6 miliar ringgit Malaysia selama delapan bulan pertama tahun 2025, meskipun dihadapkan pada tekanan tarif dan melemahnya permintaan global.

Komposisi ekspor Malaysia juga mengalami pergeseran menuju produk hilir bernilai tinggi, terutama furniture kayu, yang kini mencapai 43% dari total ekspor kayu, meningkat signifikan dibandingkan 32% pada 2009.

Nilai ekspor tahunan produk kayu Malaysia melebihi 20 miliar ringgit, dan terjadi lonjakan pengiriman pada pertengahan 2025, khususnya dari Sarawak dan Semenanjung Malaysia, karena produsen berusaha memenuhi kontrak sebelum tarif baru diberlakukan.

Namun, BIMB memperkirakan dorongan sementara tersebut akan berkurang pada awal 2026, menyebabkan normalisasi atau bahkan penurunan sementara pertumbuhan ekspor.

Perusahaan yang memiliki sertifikasi MTCS (Malaysian Timber Certification Scheme) atau PEFC (Programme for the Endorsement of Forest Certification) dinilai memiliki posisi lebih kuat untuk mempertahankan akses ke pasar premium yang sensitif seperti Uni Eropa dan Jepang. Hal ini membantu mengimbangi kerugian akibat tarif dan menjaga daya saing jangka panjang.


---

tentangkayu

Mari Belajar dan Berkembang Bersama Kami

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama