Departemen Perdagangan Amerika Serikat (DOC) resmi memulai penyelidikan anti-dumping dan anti-subsidi terhadap produk hardwood dan decorative plywood yang diimpor dari Vietnam. Informasi ini diumumkan oleh Otoritas Penanganan Sengketa Perdagangan Vietnam.

Aktivitas produksi di pabrik kayu lapis Vietnam/img:regenerate
Penyelidikan ini dimulai pada 11 Juni 2025, menyusul petisi dari Koalisi untuk Perdagangan Adil pada Kayu Lapis berbahan kayu keras di AS. Produk yang menjadi sasaran adalah yang tercatat dalam kode HS 4412 dan 9403, yang diimpor tidak hanya dari Vietnam, tetapi juga dari Tiongkok dan Indonesia.
Berdasarkan data Komisi Perdagangan Internasional AS (USITC), nilai ekspor kayu lapis Vietnam ke pasar Amerika mencapai sekitar US$401 juta pada 2022, turun menjadi US$186 juta di 2023, dan kembali meningkat menjadi US$244 juta pada 2024. Angka ini menjadikan Vietnam sebagai eksportir terbesar kedua setelah Indonesia untuk kategori produk tersebut.
Dalam petisinya, koalisi tersebut menuduh hampir 100 perusahaan eksportir asal Vietnam melakukan dumping dengan margin antara 138,04% hingga 152,41%.
Periode penyelidikan untuk dugaan dumping ditetapkan dari 1 Oktober 2024 hingga 3 Maret 2025, sementara penyelidikan dampak kerugian berlangsung sejak 2022 hingga 2024.
Karena AS masih mengklasifikasikan Vietnam sebagai negara non-pasar, perhitungan margin dumping akan menggunakan nilai dari negara pembanding. Petisi tersebut mengusulkan Indonesia sebagai negara acuan, dengan alasan kesamaan struktur ekonomi dan industri manufaktur kayu lapis.
Sementara itu, dalam penyelidikan mengenai subsidi, otoritas perdagangan AS akan meneliti 26 program insentif yang diduga diberikan pemerintah Vietnam kepada eksportir plywood. Program tersebut mencakup fasilitas kredit, insentif pajak, pembebasan dan pengembalian bea impor, insentif harga listrik, hingga subsidi lintas negara.
Menurut data dari Asosiasi Kayu dan Produk Kehutanan Vietnam (VIFORES), terdapat tiga eksportir kayu lapis terbesar di Vietnam selama periode 2024-2025 yang ikut berkontribusi.
Sebagai langkah antisipasi, otoritas penanganan sengketa perdagangan Vietnam mengimbau seluruh perusahaan terkait untuk memantau perkembangan kasus ini secara aktif, memberikan kerja sama penuh dalam proses investigasi, serta memperkuat diversifikasi pasar ekspor untuk mengurangi ketergantungan pada pasar Amerika.
-vnnews-

Aktivitas produksi di pabrik kayu lapis Vietnam/img:regenerate
Penyelidikan ini dimulai pada 11 Juni 2025, menyusul petisi dari Koalisi untuk Perdagangan Adil pada Kayu Lapis berbahan kayu keras di AS. Produk yang menjadi sasaran adalah yang tercatat dalam kode HS 4412 dan 9403, yang diimpor tidak hanya dari Vietnam, tetapi juga dari Tiongkok dan Indonesia.
Berdasarkan data Komisi Perdagangan Internasional AS (USITC), nilai ekspor kayu lapis Vietnam ke pasar Amerika mencapai sekitar US$401 juta pada 2022, turun menjadi US$186 juta di 2023, dan kembali meningkat menjadi US$244 juta pada 2024. Angka ini menjadikan Vietnam sebagai eksportir terbesar kedua setelah Indonesia untuk kategori produk tersebut.
Dalam petisinya, koalisi tersebut menuduh hampir 100 perusahaan eksportir asal Vietnam melakukan dumping dengan margin antara 138,04% hingga 152,41%.
Periode penyelidikan untuk dugaan dumping ditetapkan dari 1 Oktober 2024 hingga 3 Maret 2025, sementara penyelidikan dampak kerugian berlangsung sejak 2022 hingga 2024.
Karena AS masih mengklasifikasikan Vietnam sebagai negara non-pasar, perhitungan margin dumping akan menggunakan nilai dari negara pembanding. Petisi tersebut mengusulkan Indonesia sebagai negara acuan, dengan alasan kesamaan struktur ekonomi dan industri manufaktur kayu lapis.
Sementara itu, dalam penyelidikan mengenai subsidi, otoritas perdagangan AS akan meneliti 26 program insentif yang diduga diberikan pemerintah Vietnam kepada eksportir plywood. Program tersebut mencakup fasilitas kredit, insentif pajak, pembebasan dan pengembalian bea impor, insentif harga listrik, hingga subsidi lintas negara.
Menurut data dari Asosiasi Kayu dan Produk Kehutanan Vietnam (VIFORES), terdapat tiga eksportir kayu lapis terbesar di Vietnam selama periode 2024-2025 yang ikut berkontribusi.
Sebagai langkah antisipasi, otoritas penanganan sengketa perdagangan Vietnam mengimbau seluruh perusahaan terkait untuk memantau perkembangan kasus ini secara aktif, memberikan kerja sama penuh dalam proses investigasi, serta memperkuat diversifikasi pasar ekspor untuk mengurangi ketergantungan pada pasar Amerika.
-vnnews-