Di Expo 2025 Osaka, kayu bukan sekadar material bangunan — melainkan media bercerita, simbol tradisi, dan pesan nyata tentang komitmen terhadap masa depan berkelanjutan. Di seluruh area pameran, kayu digunakan dengan cara-cara inovatif untuk menyampaikan nilai-nilai lingkungan, identitas budaya, sekaligus menunjukkan potensi sumber daya terbarukan dalam arsitektur modern.

Grand Ring di Osaka Expo 2025 dibangun dari kayu lokal Jepang, menggunakan teknik sambungan tanpa paku, dan jadi struktur kayu terbesar di dunia.
Tema utama Expo “Designing Future Society for Our Lives” menemukan ekspresi alaminya melalui penggunaan kayu secara luas. Mulai dari struktur monumental hingga detail paviliun yang intim, material kayu dipilih karena manfaat ekologis, estetika hangat, dan makna budayanya yang mendalam di Jepang maupun negara-negara lain.
Di pusat area pameran berdiri Grand Ring, sebuah struktur kayu sepanjang 2 kilometer yang dirancang oleh arsitek Sou Fujimoto. Dibangun menggunakan teknik sambungan kayu tradisional Jepang dan kayu lokal seperti cedar dan cypress, lingkaran kayu ini melingkari seluruh area Expo sebagai simbol kesatuan dan keterhubungan hidup. Dengan skala luar biasa dan kredensial keberlanjutan — diakui sebagai struktur kayu terbesar di dunia — Grand Ring menjadi pernyataan berani tentang potensi konstruksi rendah karbon.
Paviliun-paviliun nasional pun memanfaatkan kayu sebagai material sekaligus pesan. Paviliun Jepang, yang dibuat dari cross-laminated timber (CLT), mengangkat konsep sirkularitas. Dirancang agar mudah dibongkar dan digunakan kembali setelah Expo, paviliun ini menunjukkan bahwa arsitektur sementara bisa meninggalkan jejak lingkungan yang positif.
Paviliun Chili menggabungkan kayu industri dengan seni tekstil khas suku Mapuche, menghubungkan inovasi dengan warisan budaya. Desain modularnya memungkinkan perakitan dan pembongkaran yang efisien, mencerminkan semangat nomaden yang adaptif.
Sementara itu, Paviliun Qatar karya Kengo Kuma & Associates, memadukan tradisi pembuatan perahu Qatar dengan kerajinan kayu Jepang, menonjolkan pertukaran budaya melalui material ramah lingkungan.
Bahkan Paviliun Jerman dan Hongaria mengikuti langkah serupa, menggunakan kubah kayu dan struktur organik untuk menonjolkan keanekaragaman hayati dan siklus sumber daya alam. Paviliun-paviliun ini bukan sekadar ruang pameran, tetapi narasi imersif tentang bagaimana arsitektur bisa selaras dengan alam.
Yang menarik, Expo 2025 Osaka juga menggunakan kayu bersertifikasi PEFC, memastikan bahwa bahan berasal dari hutan yang dikelola secara bertanggung jawab. Banyak paviliun dirancang agar mudah dibongkar dan materialnya dapat digunakan kembali, mengurangi limbah serta memperpanjang siklus hidup kayu di luar Expo.
Melalui desain berbasis kayu yang cermat ini, Expo 2025 Osaka menyampaikan pesan jelas: kayu bukan material masa lalu, melainkan sumber daya masa depan. Kayu mewakili ketahanan, pembaruan, dan kemungkinan hidup selaras dengan lingkungan — menjadikannya media sempurna untuk acara global yang berfokus merancang masa depan masyarakat lintas generasi.
Source: WoodCentral, Dezeen

Grand Ring di Osaka Expo 2025 dibangun dari kayu lokal Jepang, menggunakan teknik sambungan tanpa paku, dan jadi struktur kayu terbesar di dunia.
Tema utama Expo “Designing Future Society for Our Lives” menemukan ekspresi alaminya melalui penggunaan kayu secara luas. Mulai dari struktur monumental hingga detail paviliun yang intim, material kayu dipilih karena manfaat ekologis, estetika hangat, dan makna budayanya yang mendalam di Jepang maupun negara-negara lain.
Di pusat area pameran berdiri Grand Ring, sebuah struktur kayu sepanjang 2 kilometer yang dirancang oleh arsitek Sou Fujimoto. Dibangun menggunakan teknik sambungan kayu tradisional Jepang dan kayu lokal seperti cedar dan cypress, lingkaran kayu ini melingkari seluruh area Expo sebagai simbol kesatuan dan keterhubungan hidup. Dengan skala luar biasa dan kredensial keberlanjutan — diakui sebagai struktur kayu terbesar di dunia — Grand Ring menjadi pernyataan berani tentang potensi konstruksi rendah karbon.
Paviliun-paviliun nasional pun memanfaatkan kayu sebagai material sekaligus pesan. Paviliun Jepang, yang dibuat dari cross-laminated timber (CLT), mengangkat konsep sirkularitas. Dirancang agar mudah dibongkar dan digunakan kembali setelah Expo, paviliun ini menunjukkan bahwa arsitektur sementara bisa meninggalkan jejak lingkungan yang positif.

Sementara itu, Paviliun Qatar karya Kengo Kuma & Associates, memadukan tradisi pembuatan perahu Qatar dengan kerajinan kayu Jepang, menonjolkan pertukaran budaya melalui material ramah lingkungan.
Bahkan Paviliun Jerman dan Hongaria mengikuti langkah serupa, menggunakan kubah kayu dan struktur organik untuk menonjolkan keanekaragaman hayati dan siklus sumber daya alam. Paviliun-paviliun ini bukan sekadar ruang pameran, tetapi narasi imersif tentang bagaimana arsitektur bisa selaras dengan alam.
Yang menarik, Expo 2025 Osaka juga menggunakan kayu bersertifikasi PEFC, memastikan bahwa bahan berasal dari hutan yang dikelola secara bertanggung jawab. Banyak paviliun dirancang agar mudah dibongkar dan materialnya dapat digunakan kembali, mengurangi limbah serta memperpanjang siklus hidup kayu di luar Expo.
Melalui desain berbasis kayu yang cermat ini, Expo 2025 Osaka menyampaikan pesan jelas: kayu bukan material masa lalu, melainkan sumber daya masa depan. Kayu mewakili ketahanan, pembaruan, dan kemungkinan hidup selaras dengan lingkungan — menjadikannya media sempurna untuk acara global yang berfokus merancang masa depan masyarakat lintas generasi.
Source: WoodCentral, Dezeen