Peraturan EUDR memiliki kerangka kerja untuk menilai risiko dengan mengkategorikan negara-negara asal bahan baku menjadi tiga kelpmpok, yaitu risiko rendah, risiko standar, dan risiko tinggi. Penilaian tersebut dilakukan berdasarkan tingkat deforestasi, tata kelola hutan, sistem penegakkan hukum, dan kepatuhan terhadap standar internasional.
ilustrasi hutan di kalimantan/img: auriganusantara
Risiko rendah: Negara yang bisa menunjukkan tingkat deforestasi yang rendah, memiliki tata kelola hutan yang efektif, dan kepatuhan terhadap standar internasional untuk produksi berkelanjutan. Otoritas yang berwenang harus memeriksa 1% operator yang menempatkan produk atau mengekspornya.
Risiko standar: Mewakili tingkat risiko rata-rata, yang memerlukan uji tuntas tambahan dari operator, khususnya dalam pengadaan produk. Sekitar 3% operator yang menempatkan produk atau mengekspornya harus menjalani pemeriksaan.
Risiko tinggi: Negara yang memiliki tingkat deforestasi atau masalah tata kelola yang signifikan, sekaligus memerlukan kontrol dan pemantauan yang lebih ketat. Sekitar 9% operator dan 9% dari total kuantitas setiap produk yang relevan harus diperiksa.
Lima negara ini menjadi memasok pasar di Uni Eropa terbesar yang dinilai berada pada risiko tinggi deforestasi, yaitu Pantai Gading (19,9%), Brasil (16,0%), Indonesia (11,6%), Ghana (8,7%) dan Malaysia (4,7%), yang secara akumulasi menyumbang 61% dari total paparan deforestasi di Uni Eropa.
Namun demikian risiko tinggi tersebut merupakan penilaian secara keseluruhan jenis komoditi. Kakao merupakan komoditi berisiko terbesar di Pantai Gading dan Ghana. Di Brasil, kayu dan kedelai merupakan komoditi berisiko terbesar. Sedangkan di Indonesia dan Malaysia, komoditi minyak sawit merupakan penyumbang tersebar yang menjadikan kedua negara tersebut berada di level risiko-tinggi.
Kriteria penilaian risiko
Faktor apa saja yang dipertimbangkan?
1. Tingkat Deforestasi
Riwayat deforestasi suatu negara, khususnya yang berkaitan dengan perluasan pertanian, penebangan liar, dan perubahan penggunaan lahan.
2. Tata Kelola Lahan
Penegakkan hukum untuk penggunaan lahan, konservasi lingkungan, dan perlindungan hak atas tanah adat.
3. Kepatuhan terhadap Standar Internasional
Penerapan dan kepatuhan terhadap standar lingkungan global, misalnya Perjanjian Paris, program REDD+ PBB, dan inisiatif kehutanan berkelanjutan lainnya.
4. Transparansi dan Aksesibilitas Data
Ketersediaan data yang kuat dan transparan tentang luas lahan hutan, kepemilikan lahan, dan produksi komoditas.
5. Tata Kelola & Penegakan Hukum
Kekuatan lembaga negara dalam hal menegakkan hukum yang terkait dengan deforestasi, hak atas tanah, dan perlindungan lingkungan.
Negara-negara yang mendapat skor tinggi cenderung diklasifikasikan sebagai negara berisiko rendah, sementara negara-negara yang masih berjuang dengan pengelolaan hutan atau tingkat deforestasi yang tinggi dapat diklasifikasikan sebagai negara berisiko tinggi.
---
ilustrasi hutan di kalimantan/img: auriganusantara
Risiko rendah: Negara yang bisa menunjukkan tingkat deforestasi yang rendah, memiliki tata kelola hutan yang efektif, dan kepatuhan terhadap standar internasional untuk produksi berkelanjutan. Otoritas yang berwenang harus memeriksa 1% operator yang menempatkan produk atau mengekspornya.
Risiko standar: Mewakili tingkat risiko rata-rata, yang memerlukan uji tuntas tambahan dari operator, khususnya dalam pengadaan produk. Sekitar 3% operator yang menempatkan produk atau mengekspornya harus menjalani pemeriksaan.
Risiko tinggi: Negara yang memiliki tingkat deforestasi atau masalah tata kelola yang signifikan, sekaligus memerlukan kontrol dan pemantauan yang lebih ketat. Sekitar 9% operator dan 9% dari total kuantitas setiap produk yang relevan harus diperiksa.
Lima negara ini menjadi memasok pasar di Uni Eropa terbesar yang dinilai berada pada risiko tinggi deforestasi, yaitu Pantai Gading (19,9%), Brasil (16,0%), Indonesia (11,6%), Ghana (8,7%) dan Malaysia (4,7%), yang secara akumulasi menyumbang 61% dari total paparan deforestasi di Uni Eropa.
Namun demikian risiko tinggi tersebut merupakan penilaian secara keseluruhan jenis komoditi. Kakao merupakan komoditi berisiko terbesar di Pantai Gading dan Ghana. Di Brasil, kayu dan kedelai merupakan komoditi berisiko terbesar. Sedangkan di Indonesia dan Malaysia, komoditi minyak sawit merupakan penyumbang tersebar yang menjadikan kedua negara tersebut berada di level risiko-tinggi.
Kriteria penilaian risiko
Faktor apa saja yang dipertimbangkan?
1. Tingkat Deforestasi
Riwayat deforestasi suatu negara, khususnya yang berkaitan dengan perluasan pertanian, penebangan liar, dan perubahan penggunaan lahan.
2. Tata Kelola Lahan
Penegakkan hukum untuk penggunaan lahan, konservasi lingkungan, dan perlindungan hak atas tanah adat.
3. Kepatuhan terhadap Standar Internasional
Penerapan dan kepatuhan terhadap standar lingkungan global, misalnya Perjanjian Paris, program REDD+ PBB, dan inisiatif kehutanan berkelanjutan lainnya.
4. Transparansi dan Aksesibilitas Data
Ketersediaan data yang kuat dan transparan tentang luas lahan hutan, kepemilikan lahan, dan produksi komoditas.
5. Tata Kelola & Penegakan Hukum
Kekuatan lembaga negara dalam hal menegakkan hukum yang terkait dengan deforestasi, hak atas tanah, dan perlindungan lingkungan.
Negara-negara yang mendapat skor tinggi cenderung diklasifikasikan sebagai negara berisiko rendah, sementara negara-negara yang masih berjuang dengan pengelolaan hutan atau tingkat deforestasi yang tinggi dapat diklasifikasikan sebagai negara berisiko tinggi.
---